Terlalu sering ku berjalan dalam sebuah angan-angan mimpi.
Surat ku tak tersampaikan dengan baik kepada orang itu.
Pilu mulai melanda hari-hari ku yang terasa kosong ini.
Faktanya ialah ketika aku selalu menengok ke belakang ku.
Tanpa terlalu mempedulikan yang ada di depan mata ku sendiri.
Jatuh, rasa ini begitu datar ketika ku mencoba untuk membuka kembali.
Seperti sulit mengatur napas dan pola kesehatan sendiri.
Banyak beban yang tersangkut di dalam memori serta perasaan.
Tidak mampu menopang sendiri di saat rasa itu mulai melanda kembali.
Ingin rasanya lepas dan bebas menatap lurus ke depan tanpa adanya rasa ini.
Terpaku, terdiam, tertunduk, tersakiti, terpendam, semua berkumpul jadi satu bagian.
Terasa tidak ada arah serta tujuan ku menjalani sebuah kehidupan.
Tanpa pegangan yang kuat serta ketidak keberanian berlari menebus alur yang berbeda.
Ku tak tahu apabila ku tidak memiliki perasaan yang tidak menyenangkan ini.
Bisa jadi kehidupannya terasa lebih lega serta tanpa adanya suatu beban yang agak sukar.
Terdiam berdiri di tengah-tengah hujan yang lebat, serta angin yang cukup kencang.
Mengalir begitu saja air mata ini tanpa ku undang sedikit pun.
Air mata tidak peduli betapa ku ingin menahannya, ia terus-terusan bertarung untuk keluar.
Kalau saja ku bisa menyampaikan surat itu lebih baik, ini tidak akan terjadi.
Cukup muak rasanya merasakan ini semua di saat ku bingung tanpa ada bantuan dari luar.
Yang ku tahu memang hanya ada satu bantuan serta jawaban.
Akan tetapi hati ini lagi-lagi terlalu dingin dan enggan menyapa uluran tangan itu.
Dia selalu ada di saat aku membutuhkannya, tapi ku mengacuhkannya berkali-kali.
Terasa kejam terhadap diri sendiri dan orang lain bila rasa ini timbul kembali.
Lelah, karena merasa ku hidup seorang diri.
Meskipun banyak orang yang berjalan serta menghampiri ku dengan sangat terbuka.
Sungguh, ku memusuhi diri ku sendiri, inilah lawan terberat ku.
Hambar, selalu muncul rasa itu secara tiba-tiba dan tanpa undangan ku lagi.
Memang rasa itu tidak peduli dengan tempat, waktu serta keadaan.
Itulah faktanya, akar-akar ini selalu menancap di benak ku.
Keluar saja sunggulah suatu beban, tapi bila di biarkan akan semakin menjadi.
Menangis ini hanya untuk meredakan rasa sakit dan melegakan hati untuk sementara.
Kembali ku sulit mengatur napas dan ketidak keseimbangan batin.
Ku harus mampu membuka hati ini untuk dapat menyampaikan isi pesan secara bijaksana.
Walaupun mata-mata orang itu akan tertuju pada ku dengan isi yang memilukan pikiran.
Bertarung memang tidak harus pada saat tepatnya, ia selalu datang melanda kehidupan ku.
Berlari melawan arus bisa menjadi kunci untuk menemukan ketentraman jiwa.
Andai ku mempunyai kekuatan yang mampu memulihkan rasa hambar ini.
Mungkin ia masih menunggu jawaban ku untuk dekat kembali ke arah yang lebih melegakan jiwa.
Tapi ku masih sukar membuka hati ini, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk ku menerimanya.
Isi hati ini tidak bisa di lukiskan dalam sebuah tinta hitam atau pun warna tinta yang lain.
Ini hanya bisa di salurkan melalui pemikiran yang benar-benar tenang dan santai .
Lalu terkirim isi hati ini kepada orang yang sungguh tepat.