Saturday, June 27, 2015

AIRIN

                                                   As Incredible Role In Note

Airin, bukannya dia takut kegelapan dalam ruangan atau membencinya. Kebetulan saja hari ini suasana apartemennya sungguh sepi. Entah para tetangganya pergi kemana. Di saat bersamaan pula lampu kamar apartemennya mati dan harus diganti. Namun Airin tidak pernah tahu cara mengganti bola lampu. Ia memang tinggal sendirian setelah orang tuanya memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Ishikawa, Jepang. Airin harus terus melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Hari demi hari hidup Airin sungguh terasa hambar. Bukan karena ia tidak mempunyai teman, hanya saja perasaannya sangat kesepian dan kosong. Di tambah pula permasalahannya dalam dunia pendidikan. Ia seperti kehilangan semangatnya. Namun ia tidak pernah menceritakan yang sebenarnya pada orangtuanya di Ishikawa. Sebab ia paling tidak bisa membuat orangtuanya khawatir atau pun kecewa dengan keadaannya saat ini. Airin bingung mengatasi semuanya sendirian, tapi ia merasa bahwa kehidupannya harus terus ia jalani baik atau buruknya perjalanannya. Seolah moment yang ia dapatkan hari ini sungguh pas dengan matinya bola lampu di kamarnya. Sungguh memilukan bila ia mengingat kembali masa-masa sebelumnya. Merasa bahwa dirinya begitu lemah, terlalu berpura-pura jika semua baik-baik saja. Airin hanya duduk di lantai dekat jendela apartemennya, sambil memandang pemandangan di malam hari. Tidak buruk juga melihat pemandangan di bawah, meskipun matanya mulai mengantuk. Airin memaksakannya sambil menonton TV. Ia ingin sekali tidur, tapi masalah bola lampu yang matilah menjadi faktor utamanya untuk mengurungkan niatnya beristirahat lebih awal. Memang dari kecil Airin tidak berani tidur sendirian di kamar, ketika ia menjadi mahasiswa barulah sedikit-dikit ia memberanikan diri. Walaupun terkadang ia sulit untuk tidur pulas karena ketidaknyamannya situasi sendirian di kamar. Apa lagi ia harus tidur dengan kondisi lampu di matikan.

Malam ini, semua permasalahan pendidikannya mencapai puncak dan berhasil membuatnya sedikit terpuruk dengan hasilnya. Airin bukannya tidak mau bercerita kepada orangtuanya di Ishikawa, mengingat orangtuanya membanting tulang membiayai perkuliahannya di Jakarta. Hampir tiap saat ia mengingat akan hal tersebut setetes atau dua tetes air mata mengalir dengan lancar dari matanya. Padahal tidak ada gunanya ia menangisi hal tersebut bila ia tidak berubah dengan maksimal. Airin hanya butuh support, tapi permasalahnnya ia terlalu menutup diri bahkan selalu pasang bermuka dua perihal semua masalahnya. Dan sebetulnya ia membenci hal tersebut. Karena hal tersebut Airin suka bingung menjelaskan dengan baik kondisi sebenarnya seperti apa. Memang dari masalah inilah seharusnya ia mengingat satu nama yang selalu menunggunya, yang selalu menantikan ia untuk merindukanNya kembali, yang selalu setia meskipun berpuluh-puluh kali disakiti, pintu yang selalu terbuka lebar mendengar keluh kesahnya, yang selalu tersenyum dan menerima apa adanya apa pun kondisinya. Airin hanya terdiam malam ini dan terus merenung. Matanya sudah tidak kuat lagi dan meminta badannya untuk segera beristirahat. Mau tidak mau ia memaksakan dirinya untuk masuk ke kamarnya dengan kondisi bola lampu yang mati. Terkadang ia heran sendiri, bila ia takut dengan kondisi sendirian di kamar dan tidak terlalu berani tidur dengan lampu dimatikan saat tidur, mengapa ia suka sekali membaca cerita atau bahkan menonton film-film horor. Airin sendiri suka sekali bingung dengan sifat dirinya sendiri. Terkadang ia suka mengangap dirinya aneh. Tapi itu tidak masalah, selama ia benar-benar menikmati semuanya.

Saat ia mulai memejamkan matanya semua masalah kembali menghampiri pikirannya. Seolah deretan masalah tersebut terdaftar dengan rapi di depan matanya. Jujur saja Airin muak. Tapi ia tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena memang ia sendirilah yang menciptakannya.Kalau ia mengingat-ingat lagi tidak semua temannya mempunyai masalah yang sama. Hanya saja ia merasa beban yang ia dapatkan lebih berat dari pada teman-temannya yang lain. Mengapa harus Airin? Ia yang memulainya, lalu bagaimana ia mengakhiri semuanya dengan baik.Begitu banyak pikiran dalam benak Airin hingga ia lupa untuk tenang dan berpikir positif. Lagi-lagi air matanya mengalir perlahan. Apa ia begitu lemah? Banyak pertanyaan di benaknya  dan ia hanya memikirkan satu pertanyaan, apa tujuan hidupnya dalam kehidupan ini? Dan apa goalnya kelak? Airin masih belum menemukan jawabannya. Mungkin akan agak sedikit terlambat. Tapi tiba-tiba saja air mata itu menjadi sumber kekuatannya untuk terus bertahan, ia harus mampu tunjukkan kepada semua orang. Pikirannya terbuka secara tiba-tiba, memang hidup itu aneh. Terkadang manusia harus alami yang namanya pahit, sesak, lelah atau hampir putus asa dan Tuhan memang membiarkan itu semua terjadi. Bisa jadi karena ia special, special dalam arti dalam usianya yang masih muda ia sudah mendapatkan semua beban-beban yang memang tidak semua anak muda dapatkan. Special karena mungkin Tuhan tahu Airin mampu dan bisa, hanya saja kunci untuk membuka gembok itu masih belum ditemukan. 


Bisikan kata-kata yang terlintas dalam benaknya sebelum ia benar-benar tertidur pulas karena lelah ialah "Aku akan terus berjalan. Mungkin akan sedikit terlambat atau perlahan, tapi baiknya aku tidak berjalan mundur." kata-kata itulah yang mengantarkan Airin tidur dengan nyaman dan lega untuk pertama kalinya. Berkali-kali memang air mata tidak membantu apa-apa selain melegakan hati dan pikiran yang mumet. Namun ternyata di balik itu semua air matalah yang menjadi sumber atau bahkan start apabila air mata ini menjadi simbol dalam perjalan hidup kita. Tidak semua orang mengalami beban yang sama, Airin merasa semakin beban yang ia alami atau dapatkan bisa jadi Tuhan percaya padanya bahwa ia bisa melewati semuanya dan menuju garis finish. Walaupun lambat, tapi memang itulah yang harus ia rasakan. Tuhan pasti menghargai yang namanya proses dan dari proses itulah di ujung goal itu Tuhan akan memberi sebuah hadiah. Hadiah dari Tuhan memang tidak selalu terbungkus dengan rapi dan memang tidak harus rapi, bukan?


-R.O-

Sunday, June 14, 2015

Satu menit



         Bukankah waktu sangat berharga dalam hidup ini layaknya uang yang harus kita butuhkan setiap hari. Inilah harapan dari seorang anak yang bernama Julio. Ia hidup di sebuah keluarga yang kaya raya, seluruh kemauannya dan keinginnannya selalu diberikan oleh orang tuanya. tetapi Julio tidak pernah merasa puas dengan semua yang ia dapatkan, karena orang tuanya tidak pernah peduli dengan apa yang ia lakukan maka dari itu ia berkelakuan buruk pada semua orang termasuk orang tuanya. Di rumahnya Julio selalu mencari perhatian pada orang tuanya, tapi orang tuanya tak pernah memperhatikan ia sehingga membuat Julio kesepian. Dia ingin seperti keluarga teman-temannya. Layaknya seperti keluarga yang harmonis.
Seminggu sebelum ia merayakan ulang tahunnya yang kesembilan. Ia pergi menemui temannya yang sedang  berkumpul dengan keluarganya yang membicarakan tentang kepergiaan mereka sekeluarga untuk berlibur. Pada malam harinya sebelum makan malam Julio berfikir, tempat mana yang enak untuk merayakan ulang tahunnya yang ke sembilan bersama orang tuanya. Julio pun ingat dengan pamannya yang dulu sangat ia kagumi, sedang tinggal di hawai. Ketika mereka sedang makan malam, ia meminta sesuatu yang membuat orang tuanya susah untuk memenuhinya. Permintaan yang diminta oleh Julio adalah ia ingin agar orangtuanya dapat menemaninya pergi berlibur ke tempat pamannya dipulau Hawai pada hari ulang tahunnya seperti yang teman-temannya lakukan bersama keluarganya, selama beberapa hari. 

Tetapi orang tuanya tidak menyetujui hal tersebut, karena orang tuanya tidak dapat meninggalkan pekerjaan mereka. Maka Julio marah kepada orang tuanya dan ia membanting piring makan, sendok, garpu, serta memukul-mukul meja makan dengan sengaja. Orang tuanya terkejut melihat kelakuan Julio dan memarahinya. Karena dimarahi, Julio semakin marah kepada orang tuanya. Lalu Julio segera berlari ke kamarnya dan membanting pintu kamar.



          Hari berikutnya, saat Ibunya mengetuk pintu kamar Julio untuk membangunkannya, Julio tidak membukakan pintunya karena ia masih kesal pada orang tuanya. Tak lama kemudian Ayahnya datang untuk membujuk Julio keluar dari kamarnya dan pergi sekolah. Akan tetapi Julio tidak mau pergi ke sekolah. Akhirnya karena Julio tidak mau keluar-keluar dari kamarnya, Ayahnya pun memenuhi keinginan Julio untuk pergi ke Hawai pada hari ulang tahunnya. Lalu Julio pun keluar dengan wajah berseri-seri dan mau pergi ke sekolah. Keesokan harinya ibu Julio memesan tiket untuk kepergiaan mereka dan menghubungi paman Julio yang berada di hawai , bahwa mereka akan berlibur disana dan merayakan ulang tahun Julio di sana. Dia mengabarkan bahwa seminggu lagi ia akan sampai dan meminta tolong agar mereka sekeluarga dapat dijemput dan tinggal di tempat pamannya. Pamannya pun setuju dan sangat senang.

                                                                  

Seminggu kemudian, tepat pada hari Ulang Tahunnya yang ke 9, ia menelpon orang tuanya untuk segera pulang dan berangkat ke Hawaii. Ketika pesawat yang mereka tumpangi baru mendarat di Bandara, pesawat itu tergelincir keluar dari jalur dan terguling-guling karena tempat pendaratan pesawat itu begitu licin akibat hujan deras. Bagian ekor pesawat mulai mengeluarkan percikan api. Kemudian api mulai menyambar ke badan pesawat, sayangnya beberapa penumpang tak terselamatkan karena api menjalar dengan cepatnya, termasuk ayah Julio. Tak lama kemudian pemadam kebakaran datang untuk memadamkan api dan para penumpang yang terluka dilarikan kerumah sakit.    



 Dalam perjalan ke rumah sakit ibunya tidak terselamatkan karena terlalu banyak mengeluarkan darah di bagian punggungnya yang tertusuk oleh pecahan-pecahan kaca ketika melindungi Julio. Sesampainya di rumah sakit, seluruh penumpang yang menjadi korban baik yang selamat maupun yang tidak selamat di tempatkan dalam satu ruangan karena pihak rumah sakit masih sibuk mencari kamar-kamar yang kosong untuk para korban. Begitu juga dengan Julio yang mengalami pendarahan di otak, di sisi lain paman Julio yang sudah mengetahui kabar tersebut segera mencari Julio dan ayah ibunya dirumah sakit, dan menemukan tempat Julio dan ayah ibunya berada. Julio sudah mulai kehilangan kesadaran, saat pamanya datang. Pamannya terkejut melihat ayah dan ibunya Julio disamping Julio. Kemudian Julio sadar akibat teriakan pamannya yang menyebutkan nama orang tuanya. Julio pun baru menyadari bahwa  orang yang dari tadi terbujur kaku disamping kanan dan kirinya adalah orang tuanya yang telah meninggal dunia.



          Julio menangis tanpa mengeluarkan suara dan merasa sangat tertekan , kemudian Julio segera di bawa keruang operasi. Semua urusan operasi diurus oleh pamannya, di ruang operasi Julio tertidur karena di beri obat bius untuk menenangkannya serta menghilangkan rasa sakitnya. Dalam keadaan tertidur itu Julio mendengar suara dirinya sendiri yang sedang marah pada orang tuanya, serta ia melihat dirinya yang berbuat buruk dan jahat, dan saat ia memaksa orang tuanya untuk pergi berlibur. Ia merasakan panas pada telapak tangan kanannya,  ternyata diatas telapak tangannya ada angka-angka seperti sebuah jam yang bergerak mundur dari detik ke 60 hingga detik itu habis . Ia pun sadar akan semua kesalahannya dan berjanji untuk mengubah sifatnya agar dapat hidup bahagia. Anehnya semua itu  hanya berlangsung selama SATU MENIT.

          Operasi yang dijalankan pun selesai, paman yang menunggu Julio sedari tadi merasa sedikit lega, tapi hasil dari operasi itu yang membuat pamannya terguncang. Karena hasil dari operasi itu ternyata gagal dan hidup Julio tidak akan lama.

          Setelah mendengar hal tersebut., pamannya menemui Julio dan menanyakan apa permintaan terakhir Julio. Karena Julio termasuk anak yang cerdas maka ia menyadari maksud dari pertanyaan tersebut. Julio kemudian bertanya pada pamannya apa hasil dari operasinya. Pamannya memberitahukan hasilnya. Kemudian Julio berkata pada pamannya bahwa ia ingin harta kekayaan orang tuanya dapat di sumbangkan kepada orang yang kurang mampu, kemudian Julio meminta pada pamannya untuk membawa Julio melihat orang tuanya. Pamannya melarang karena Julio butuh istirahat yang banyak. Tetapi Julio memaksa pamannya dan berkata itulah keinginan terakhirnya. Dengan terpaksa pamannya membawa ia ke tempat orangtuanya berada. Sesampainya disana. Julio pun menangis dan meminta maaf kepada orangtuanya, ia berlutut dihadapan orang tuanya.  Tidak lama kemudian Julio merasa sesak dan mulai kehilangan kesadaran. Pamannya langsung membawa Julio kembali kekamarnya dan memanggil dokter. Saat dokter datang ternyata sudah terlambat Julio sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir dan menyusul orang tuannya. Sesaat sebelum ia menutup matanya tadi Julio membayangkan ia merayakan ulang tahunnya yang ke 9 dengan bahagia bersama orang tuanya. Pamannya tidak menyangka bahwa waktu Julio akan secepat itu berakir. Kemudian pamannya melaksanakan apa yang diminta oleh Julio.




THE END