As Incredible Role In Note
Airin, bukannya dia takut
kegelapan dalam ruangan atau membencinya. Kebetulan saja hari ini
suasana apartemennya sungguh sepi. Entah para tetangganya pergi kemana.
Di saat bersamaan pula lampu kamar apartemennya mati dan harus diganti.
Namun Airin tidak pernah tahu cara mengganti bola lampu. Ia memang
tinggal sendirian setelah orang tuanya memutuskan untuk kembali ke
kampung halamannya di Ishikawa, Jepang. Airin harus terus melanjutkan
kuliahnya di Jakarta. Hari demi hari hidup Airin sungguh terasa hambar.
Bukan karena ia tidak mempunyai teman, hanya saja perasaannya sangat
kesepian dan kosong. Di tambah pula permasalahannya dalam dunia
pendidikan. Ia seperti kehilangan semangatnya. Namun ia tidak pernah
menceritakan yang sebenarnya pada orangtuanya di Ishikawa. Sebab ia
paling tidak bisa membuat orangtuanya khawatir atau pun
kecewa dengan keadaannya saat ini. Airin bingung mengatasi semuanya
sendirian, tapi ia merasa bahwa kehidupannya harus terus ia jalani baik
atau buruknya perjalanannya. Seolah moment yang ia dapatkan hari ini
sungguh pas dengan matinya bola lampu di kamarnya. Sungguh memilukan
bila ia mengingat kembali masa-masa sebelumnya. Merasa bahwa dirinya
begitu lemah, terlalu berpura-pura jika semua baik-baik saja. Airin
hanya duduk di lantai dekat jendela apartemennya, sambil memandang
pemandangan di malam hari. Tidak buruk juga melihat pemandangan di
bawah, meskipun matanya mulai mengantuk. Airin memaksakannya sambil
menonton TV. Ia ingin sekali tidur, tapi masalah bola lampu yang matilah
menjadi faktor utamanya untuk mengurungkan niatnya beristirahat lebih
awal. Memang dari kecil Airin tidak berani tidur sendirian di kamar,
ketika ia menjadi mahasiswa barulah sedikit-dikit ia memberanikan diri.
Walaupun terkadang ia sulit untuk tidur pulas karena
ketidaknyamannya situasi sendirian di kamar. Apa lagi ia harus tidur
dengan kondisi lampu di matikan.
Malam ini, semua permasalahan
pendidikannya mencapai puncak dan berhasil membuatnya sedikit terpuruk
dengan hasilnya. Airin bukannya tidak mau bercerita kepada orangtuanya
di Ishikawa, mengingat orangtuanya membanting tulang membiayai
perkuliahannya di Jakarta. Hampir tiap saat ia mengingat akan hal
tersebut setetes atau dua tetes air mata mengalir dengan lancar dari
matanya. Padahal tidak ada gunanya ia menangisi hal tersebut bila ia
tidak berubah dengan maksimal. Airin hanya butuh support, tapi
permasalahnnya ia terlalu menutup diri bahkan selalu pasang bermuka dua
perihal semua masalahnya. Dan sebetulnya ia membenci hal tersebut.
Karena hal tersebut Airin suka bingung menjelaskan dengan baik kondisi
sebenarnya seperti apa. Memang dari masalah inilah seharusnya ia
mengingat satu nama yang selalu menunggunya, yang selalu menantikan ia
untuk
merindukanNya kembali, yang selalu setia meskipun berpuluh-puluh kali
disakiti, pintu yang selalu terbuka lebar mendengar keluh kesahnya, yang
selalu tersenyum dan menerima apa adanya apa pun kondisinya. Airin hanya
terdiam malam ini dan terus merenung. Matanya sudah tidak kuat lagi dan
meminta badannya untuk segera beristirahat. Mau tidak mau ia memaksakan
dirinya untuk masuk ke kamarnya dengan kondisi bola lampu yang mati.
Terkadang ia heran sendiri, bila ia takut dengan kondisi sendirian di
kamar dan tidak terlalu berani tidur dengan lampu dimatikan saat tidur,
mengapa ia suka sekali membaca cerita atau bahkan menonton film-film horor.
Airin sendiri suka sekali bingung dengan sifat dirinya sendiri.
Terkadang ia suka mengangap dirinya aneh. Tapi itu tidak masalah, selama
ia benar-benar menikmati semuanya.
Saat ia mulai memejamkan
matanya semua masalah kembali menghampiri pikirannya. Seolah deretan
masalah tersebut terdaftar dengan rapi di depan
matanya. Jujur saja Airin muak. Tapi ia tidak bisa menyalahkan
siapa-siapa. Karena memang ia sendirilah yang menciptakannya.Kalau ia mengingat-ingat lagi tidak semua temannya mempunyai masalah yang sama. Hanya saja ia merasa beban yang ia dapatkan lebih berat dari pada teman-temannya yang lain. Mengapa harus Airin? Ia yang memulainya, lalu bagaimana ia mengakhiri semuanya dengan baik.Begitu banyak pikiran dalam benak Airin hingga ia lupa untuk tenang dan berpikir positif. Lagi-lagi air matanya mengalir perlahan. Apa ia begitu lemah? Banyak pertanyaan di benaknya dan ia hanya memikirkan satu pertanyaan, apa tujuan hidupnya dalam kehidupan ini? Dan apa goalnya kelak? Airin masih belum menemukan jawabannya. Mungkin akan agak sedikit terlambat. Tapi tiba-tiba saja air mata itu menjadi sumber kekuatannya untuk terus bertahan, ia harus mampu tunjukkan kepada semua orang. Pikirannya terbuka secara tiba-tiba, memang hidup itu aneh. Terkadang manusia harus alami yang namanya pahit, sesak, lelah atau hampir putus asa dan Tuhan memang membiarkan itu semua terjadi. Bisa jadi karena ia special, special dalam arti dalam usianya yang masih muda ia sudah mendapatkan semua beban-beban yang memang tidak semua anak muda dapatkan. Special karena mungkin Tuhan tahu Airin mampu dan bisa, hanya saja kunci untuk membuka gembok itu masih belum ditemukan.
Bisikan kata-kata yang terlintas dalam benaknya sebelum ia benar-benar tertidur pulas karena lelah ialah "Aku akan terus berjalan. Mungkin akan sedikit terlambat atau perlahan, tapi baiknya aku tidak berjalan mundur." kata-kata itulah yang mengantarkan Airin tidur dengan nyaman dan lega untuk pertama kalinya. Berkali-kali memang air mata tidak membantu apa-apa selain melegakan hati dan pikiran yang mumet. Namun ternyata di balik itu semua air matalah yang menjadi sumber atau bahkan start apabila air mata ini menjadi simbol dalam perjalan hidup kita. Tidak semua orang mengalami beban yang sama, Airin merasa semakin beban yang ia alami atau dapatkan bisa jadi Tuhan percaya padanya bahwa ia bisa melewati semuanya dan menuju garis finish. Walaupun lambat, tapi memang itulah yang harus ia rasakan. Tuhan pasti menghargai yang namanya proses dan dari proses itulah di ujung goal itu Tuhan akan memberi sebuah hadiah. Hadiah dari Tuhan memang tidak selalu terbungkus dengan rapi dan memang tidak harus rapi, bukan?
-R.O-
Saturday, June 27, 2015
Sunday, June 14, 2015
Satu menit
Bukankah waktu
sangat berharga dalam hidup ini layaknya uang yang harus kita butuhkan setiap
hari. Inilah harapan dari seorang anak yang bernama Julio. Ia hidup di sebuah
keluarga yang kaya raya, seluruh kemauannya dan keinginnannya selalu diberikan
oleh orang tuanya. tetapi Julio tidak pernah merasa puas dengan semua yang ia
dapatkan, karena orang tuanya tidak pernah peduli dengan apa yang ia lakukan
maka dari itu ia berkelakuan buruk pada semua orang termasuk orang tuanya. Di
rumahnya Julio selalu mencari perhatian pada orang tuanya, tapi orang tuanya
tak pernah memperhatikan ia sehingga membuat Julio kesepian. Dia ingin seperti keluarga teman-temannya. Layaknya seperti keluarga yang
harmonis.
Seminggu sebelum ia merayakan ulang tahunnya yang kesembilan. Ia pergi
menemui temannya yang sedang berkumpul
dengan keluarganya yang membicarakan tentang kepergiaan mereka sekeluarga untuk
berlibur. Pada malam harinya sebelum makan malam Julio berfikir, tempat mana
yang enak untuk merayakan ulang tahunnya yang ke sembilan bersama orang tuanya.
Julio pun ingat dengan pamannya yang dulu sangat ia kagumi, sedang tinggal di
hawai. Ketika mereka sedang makan malam, ia meminta sesuatu yang membuat orang
tuanya susah untuk memenuhinya. Permintaan yang diminta oleh Julio adalah ia
ingin agar orangtuanya dapat menemaninya pergi berlibur ke tempat pamannya dipulau
Hawai pada hari ulang tahunnya seperti yang teman-temannya lakukan bersama
keluarganya, selama beberapa hari.
Tetapi orang
tuanya tidak menyetujui hal tersebut, karena orang tuanya tidak dapat
meninggalkan pekerjaan mereka. Maka Julio marah kepada orang tuanya dan ia
membanting piring makan, sendok, garpu, serta memukul-mukul meja makan dengan
sengaja. Orang tuanya terkejut melihat kelakuan Julio dan memarahinya. Karena
dimarahi, Julio semakin marah kepada orang tuanya. Lalu Julio segera berlari ke
kamarnya dan membanting pintu kamar.
Hari berikutnya, saat Ibunya mengetuk
pintu kamar Julio untuk membangunkannya, Julio tidak membukakan pintunya karena
ia masih kesal pada orang tuanya. Tak lama kemudian Ayahnya datang untuk
membujuk Julio keluar dari kamarnya dan pergi sekolah. Akan tetapi Julio tidak
mau pergi ke sekolah. Akhirnya karena Julio tidak mau keluar-keluar dari
kamarnya, Ayahnya pun memenuhi keinginan Julio untuk pergi ke Hawai pada hari
ulang tahunnya. Lalu Julio pun keluar dengan wajah berseri-seri dan mau pergi
ke sekolah. Keesokan harinya ibu Julio memesan tiket untuk kepergiaan mereka
dan menghubungi paman Julio yang berada di hawai , bahwa mereka akan berlibur disana
dan merayakan ulang tahun Julio di sana. Dia mengabarkan bahwa seminggu lagi ia
akan sampai dan meminta tolong agar mereka sekeluarga dapat dijemput dan
tinggal di tempat pamannya. Pamannya pun setuju dan sangat senang.
Seminggu kemudian, tepat pada hari Ulang Tahunnya yang ke 9, ia menelpon
orang tuanya untuk segera pulang dan berangkat ke Hawaii. Ketika pesawat yang
mereka tumpangi baru mendarat di Bandara, pesawat itu tergelincir keluar dari
jalur dan terguling-guling karena tempat pendaratan pesawat itu begitu licin akibat
hujan deras. Bagian ekor pesawat mulai mengeluarkan percikan api. Kemudian api
mulai menyambar ke badan pesawat, sayangnya beberapa penumpang tak
terselamatkan karena api menjalar dengan cepatnya, termasuk ayah Julio. Tak
lama kemudian pemadam kebakaran datang untuk memadamkan api dan para penumpang
yang terluka dilarikan kerumah sakit.
Dalam perjalan ke rumah sakit ibunya
tidak terselamatkan karena terlalu banyak mengeluarkan darah di bagian punggungnya
yang tertusuk oleh pecahan-pecahan kaca ketika melindungi Julio. Sesampainya di
rumah sakit, seluruh penumpang yang menjadi korban baik yang selamat maupun
yang tidak selamat di tempatkan dalam satu ruangan karena pihak rumah sakit
masih sibuk mencari kamar-kamar yang kosong untuk para korban. Begitu juga
dengan Julio yang mengalami pendarahan di otak, di sisi lain paman Julio yang
sudah mengetahui kabar tersebut segera mencari Julio dan ayah ibunya dirumah
sakit, dan menemukan tempat Julio dan ayah ibunya berada. Julio sudah mulai
kehilangan kesadaran, saat pamanya datang. Pamannya terkejut melihat ayah dan
ibunya Julio disamping Julio. Kemudian Julio sadar akibat teriakan pamannya
yang menyebutkan nama orang tuanya. Julio pun baru menyadari bahwa orang yang dari tadi terbujur kaku disamping
kanan dan kirinya adalah orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Julio menangis tanpa mengeluarkan
suara dan merasa sangat tertekan , kemudian Julio segera di bawa keruang
operasi. Semua urusan operasi diurus oleh pamannya, di ruang operasi Julio
tertidur karena di beri obat bius untuk menenangkannya serta menghilangkan rasa
sakitnya. Dalam keadaan tertidur itu Julio mendengar suara dirinya sendiri yang
sedang marah pada orang tuanya, serta ia melihat dirinya yang berbuat buruk dan
jahat, dan saat ia memaksa orang tuanya untuk pergi berlibur. Ia merasakan panas
pada telapak tangan kanannya, ternyata
diatas telapak tangannya ada angka-angka seperti sebuah jam yang bergerak
mundur dari detik ke 60 hingga detik itu habis . Ia pun sadar akan semua
kesalahannya dan berjanji untuk mengubah sifatnya agar dapat hidup bahagia. Anehnya
semua itu hanya berlangsung selama SATU
MENIT.
Operasi yang dijalankan pun selesai,
paman yang menunggu Julio sedari tadi merasa sedikit lega, tapi hasil dari
operasi itu yang membuat pamannya terguncang. Karena hasil dari operasi itu
ternyata gagal dan hidup Julio tidak akan lama.
Setelah mendengar hal tersebut.,
pamannya menemui Julio dan menanyakan apa permintaan terakhir Julio. Karena
Julio termasuk anak yang cerdas maka ia menyadari maksud dari pertanyaan
tersebut. Julio kemudian bertanya pada pamannya apa hasil dari operasinya.
Pamannya memberitahukan hasilnya. Kemudian Julio berkata pada pamannya bahwa ia
ingin harta kekayaan orang tuanya dapat di sumbangkan kepada orang yang kurang
mampu, kemudian Julio meminta pada pamannya untuk membawa Julio melihat orang
tuanya. Pamannya melarang karena Julio butuh istirahat yang banyak. Tetapi
Julio memaksa pamannya dan berkata itulah keinginan terakhirnya. Dengan
terpaksa pamannya membawa ia ke tempat orangtuanya berada. Sesampainya disana.
Julio pun menangis dan meminta maaf kepada orangtuanya, ia berlutut dihadapan
orang tuanya. Tidak lama kemudian Julio
merasa sesak dan mulai kehilangan kesadaran. Pamannya langsung membawa Julio
kembali kekamarnya dan memanggil dokter. Saat dokter datang ternyata sudah
terlambat Julio sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir dan menyusul orang
tuannya. Sesaat sebelum ia menutup matanya tadi Julio membayangkan ia merayakan
ulang tahunnya yang ke 9 dengan bahagia bersama orang tuanya. Pamannya
tidak menyangka bahwa waktu Julio akan secepat itu berakir. Kemudian
pamannya melaksanakan apa yang diminta oleh Julio.
THE END
Subscribe to:
Posts (Atom)