Wednesday, July 24, 2013

私の時間。(My Time)

     2 lembar, 3 lembar, 5 lembar dan berlembar-lembar ia membalikkan halaman buku itu dengan pandangan yang kosong. Lagi-lagi, ia menghembuskan nafas dan menutup buku yang ia pegang. Kenapa orang itu begitu sengsara menikmati waktu luangnya itu. Bahkan sangat berbeda dengan orang yang disampingnya, bercanda riang bersama teman-temannya tanpa sadar di salah satu antara mereka tidak menikmati waktunya dengan bahagia. Aku yang duduk tidak jauh dari gerombolan anak-anak muda itu terus memperhatikan raut muka mereka satu persatu. Mungkin orang itu banyak masalah yang sulit ia jelaskan dengan kata-kata. Hanya saja ku bisa mengerti apa yang ia rasakan. Terkadang seseorang yang tampak tidak menikmati waktunya karena terlalu banyak hal-hal kecil yang menjadi beban lalu bertumpuk jadi satu sehingga orang itu tidak dapat menjelaskan masalahnya melalui kata-kata. Aku tahu perasaan itu. Sebab aku sendiri sering mengalami hal-hal yang dapat membuat berhenti di satu titik dan sulit sekali untuk melangkah maju. 

Mengapa aku begitu tahu dengan orang yang di depan mata ku itu? Karena aku mengenalnya. Ya, aku mengenalnya sebagai diri ku sendiri di masa lalu yang begitu berat dan merasa kehidupan ini begitu gelap. Hingga ku lupa akan namanya arti hidup itu seperti apa. Ini seperti ku bercemin pada diri ku sendiri di cermin. Membangunkan ku untuk terus bertahan demi masa depan yang lebih baik. Hanya saja orang itu terlalu mengeluh di setiap waktunya, ia belum lepas dari hal-hal yang sebetulnya ia bisa mengubahnya dengan perlahan. Bukannya ia tidak bisa, tapi belum menemukan waktu yang tepat untuk membuka mata hati serta pikirannya. Tanpa sadar aku pun ikut-ikutan menghela nafas dengan pelan. Mungkin aku terlalu banyak berpikir bagaimana cara orang-orang menghabiskan waktu mereka dengan sempurna dan tanpa terbebani. Beberapa saat kemudian orang itu bangkit berdiri dengan posisi badan seperti orang yang baru menyelesaikan pertandingan yang berat. Ini benar-benar parah, bila orang tersebut tidak bebas menikmati masa-masa hidupnya. Aku, yang sebagai orang lain pun bingung bagaimana cara membantunya. Dalam hal ini akan percuma bila orang lain bisa memberi arahkan namun orang yang kita tuju terus-terusan menutup hatinya untuk melihat keadaan dunia yang sebenarnya. Benar-benar diriku yang dulu. 

Sampai sekarang pun aku masih merasa seperti itu, dan aku berusaha untuk membuka hati ini pelan-pelan, bahkan selembar-lembar untuk memahami situasi di setiap lembaran itu. Aku berterima kasih kepada diri ku ini karena mau berubah dan menikmati setiap waktunya. Meskipun masih banyak yang harus ku ubah lagi. Melihat orang-orang yang dapat berubah ke arah yang lebih baik serta dewasa amatlah menyenangkan. Ku juga harus bisa menjadi seorang motivator yang baik untuk diri ku sendiri. Karena semua tergantung dari hati ini dan tergantung dari pikiran ku ini mau seperti apa sebetulnya aku di masa yang akan datang. Ini sangat menarik melatih psikologi setiap orang. Tidak terasa aku duduk dengan pikiran-pikiran ini dan ku putuskan untuk berdiri dan melangkah keluar dari tempat gerombolan orang-orang yang tadi ku perhatikan. Mereka masih membahas gosip tentang dunia selebriti dalam negeri. Dan baiknya ku menyingkir, sebab aku tidak begitu menyukai gosip. Dalam perjalanan pulang lagi-lagi ku melihat orang itu, ia berjalan dengan posisi kepala yang tertunduk dan menatap setiap langkah-langkahnya sendiri. Ia baru saja melewati trotoar penyeberangan. Melewati satu keluarga yang kelihatan begitu harmonis dan banyak senyuman serta tawa di muka mereka. Aku pun ikut tersenyum, mungkin saja di kala ku kecil dulu keadaan keluarga ku seperti mereka. Lalu orang itu tepat berada di depan ku. Lagi-lagi, ia menghembuskan nafasnya. Entah sudah berapa kali ia melakukan ini. Apa ia benar-benar kehilangan arah hidupnya. Dan aku benar-benar seperti bercermin. Apa aku masuk ke dalam dimensi yang berbeda, namun dengan diri ku sebagai orang lain? Mungkin saja, bisa jadi ini pembelajaran untuk ku. 

Ku menghentikan langkah ku. Aku melihat ia berhenti di sebuah toko musik. Ia memandang lurus ke biola tua yang terpajang di sana. Aku memperhatikan dengan seksama, mungkin saja sebetulnya orang itu pemain musik yang sedang mengarang lagu sehingga pikirannya terus-terusan berpikir model seperti apa nanti musiknya. Tapi sepertinya aku salah, karena ia hanya melewati toko musik itu tanpa adanya pandangan yang tertarik akan di depan matanya itu. Dan sepertinya saat ini aku seperti seorang detektif yang memata-matai orang-orang dengan waktu luang ku. Aku tidak tahu ini sopan atau tidak, entah mengapa kaki ku ini terus-terusan mengantarkan aku ke orang itu. Terkadang aku tidak mengerti apa maunya diriku ini. Tapi tidak masalah bagi ku, selagi aku bisa menikmatinya.

Sudah berjam-jam aku terus memutar otak ku tentang orang itu, bahkan namanya saja ku tidak tahu. Aku memang lebih suka memandang seseorang dari kejauhan. Dan berpikir tentangnya, apa yang terjadi dalam hidupnya bila ia memiliki waktu yang padat dan waktu luang yang banyak. Ingin tahu kekreatifan setiap orang mengolah waktunya dengan bijak dan teratur. Kenapa dengan waktu? Karena waktu itu simple dipikirkan dan dibayangkan, untuk mempertahankan waktu yang baik pun terkadang butuh kedisiplinan yang sangat bagus. Aku sendiri pun masih longgar akan waktu ku ini, karena masih banyak yang memang harus ku perbuat melalui waktu. Waktu pun juga membantu ku untuk berpikir terus-terusan dan bersikap dengan bijak untuk terus berjalan maju. Bukan berhenti di tengah jalan. Meskipun gagal, paling tidak aku bisa melihat kesalahan tersebut. Bukankah lebih baik terlambat mengenal waktu akan suatu kehidupan, bagian mana yang seharusnya ku perbaiki dan ku lakukan dari pada tidak tahu sama sekali akan sebuah waktu itu. Oleh sebab itu, sebisa mungkin aku terus tersenyum dan menyemangati diri ku sendiri bahwa aku pun bisa seperti orang-orang yang bahagia dalam kehidupan mereka. Waktu bisa membuat kita bahagia bila kita sadar apa tujuan kita. Bila belum menemukan tujuan kita, teruslah olah kepribadian kita, bukan hanya sekedar memperbaiki diri kita sendiri namun menunjukkan kepada orang lain bahwa diri kita adalah "sesuatu" yang berharga.